mimpi?
Rasanya sulit sekali bermimpi. Baru saja kutemukan mimpi
yang sekian lama terkubur, kala itu aku bermimpi dibawah langit yang gelap tapi
bercahaya. Langit-langit kamar ku tempelkan sticker menyala supaya aku bisa
melihat bintang. Nyatanya seiring perjalanan tidurku, aku sudah menyisipkan
mimpi dibawah bantal. Penulis.
Rasanya mudah sekali waktu itu. Ku mulai dengan banyaknya
buku novel yang ku lahap seorang diri, lelaki itu meyakinkanku lewat seorang
kakak. “sepertinya dia akan menjadi penulis,” ucapnya. Dia ayahku. Ada rasa
yang meletup saat mendengarnya, seakan-akan jalanku akan baik-baik saja. Aku
bahagia dalam diam. Semakin hari, tubuh ini semakin meninggi, kakak semakin
sibuk, ayah semakin terlihat rambut putihnya, ibu semakin susah jika harus naik
tangga. Begitu pula kudapati dia dengan se-onggok lembar demi lembar novel
ditangannya. Dia membaca novel dari salah satu penulis favoritku! Katanya,
beliau penasaran perbedaan film yang diadaptasi dari novel itu dengan isi
novelnya.
Aku bahagia dalam diam. Ternyata, buah tidak pernah jatuh
jauh dari pohonnya. Ternyata, sifat penasaranku akan ‘lebih seru film atau
novel’ turun dari beliau. Lambat laun aku semakin sibuk menata hidup,
begitupula dengan kakak, ayah dan ibu acap kali meninggikan suara. Entah aku
yang salah menerka, atau memang ada amarah diselanya. Seiring itu pula, baru
aku sadar bahwa mimpi itu tiba-tiba pergi.
Aku tidak lagi melihat bahagia itu. Walaupun dalam diam, aku
masih berusaha menemukannya. Nyatanya, gugurnya mimpi memang semudah tumpahnya
air dari kelopak mata itu. Tidak ada lagi langit kamar berhias stiker menyala,
hanya biasan lampu diluar jendela yang menggantikan bintang. Dalam perjalanan
tidurku, memang benar, mimpi itu tidak aku temukan lagi disana.
Rasanya aneh sekali sekarang. Satu demi satu pergi
meninggalkan. Disaat itu pula aku kembali beradaptasi dengan manusia baru.
Hidupku tetap sama, tidak ada lagi stiker bernyala yang siap mendongengkanku
mimpi indah. Ayah dengan deru keringat yang berusaha bercerita meski seperti
bukan dia. Ibu kembali memulai semua dari awal, kali ini jarak semakin
mempersulit. Kakak masih sama, kita masih mengejar mimpi yang bertolak
belakang.
Waktu menumbuhkan pola pikir baru, cinta yang baru,
persahabatan yang baru, keluarga yang baru, orang yang baru, hubungan yang
baru, perasaan yang baru. Walaupun tidak selalu indah. Tapi, waktu tidak pernah
menghilangkan satu: dirinya.

No comments: