hari kemenangan yang berbeda

May 01, 2022


Kali ini memutuskan suatu hal kecil yang cukup esensial, Hari Raya tahun 2022 gue isi dengan menyambangi kos salah seorang teman lama di Tangerang. Iya, tanpa keluarga. Kebetulan keluarga gue memutuskan untuk lebaran gak di Jakarta, dan keluarga besar juga gak punya acara khusus ngumpul2 seperti dulu semenjak Almh. Oma meninggal. Dari kekosongan hingga menjadi kebiasaan ini, gue memutuskan untuk gak mau lebaran seorang diri. Teman gue yang satu ini udah 7 tahun lebaran sendiri, paling dia ketemu beberapa temannya di sore hari pada tanggal 1 Syawal. Selebihnya menikmati kue kering yang dikasih orang, atau tidur seharian.


Aneh, tapi sepertinya dia terbiasa dengan kekosongan yang ada.


Hari Raya Idulfitri sendiri seringkali diidentikkan dengan momen memaafkan, hari kita membersihkan diri—hari kemenangan bagi umat muslim atas sebulan penuh menahan hawa nafsu. Sementara berjibaku semalam suntuk di hari terakhir Bulan Ramadhan dengan kuali opor dan rendang, bergelantungan dengan letih para ketupat di sisi-sisi dapur, pasukan amplop kecil sudah siap di sisi saku kanan. Hari Raya-pun tiba untuk kita semua.


Jangan lupa unggah foto selepas sholat eid, juga dokumentasi rentetan acara penting dengan keluarga besar. Sanak saudara berkumpul sambil menghindari topik-topik sensitif seperti pertanyaan-pertanyaan “kapan..” “kapan..” dan “kapan..” dari para tante dan om—tidak lupa jasa infal cuci piring kalau tidak mau ditanya hal-hal demikian. Adegan bersimpuh kepada yang dituakan juga momen sakral yang menjadi esensial dari Hari Raya, meski buat gue itu hal asing karena sudah lama tidak ada.


Masing-masing dari kita pasti punya hal sederhana yang selalu dirindukan saat lebaran tiba, yang gue sebutin tadi adalah sebagian kecil bahwa setiap lebaran itu akhirnya tiba—kenangannya juga pasti hadir di sela-sela pikiran. Dari esensi Hari Raya sebagai Hari Kemenangan, gue memaknai kemenangan untuk diri sendiri yang mengalahkan banyak ragu, mengatur kestabilan emosi, dan tetap waras apa adanya. Bagi orang lain mungkin kemenangannya bisa dengan bangkit dari keterpurukan, punya waktu berkumpul dengan keluarga, akhirnya dapat pekerjaan setelah lama menganggur atau mengundurkan diri dari lingkungan kerja yang tidak sehat. Ada juga yang akhirnya bisa menyelesaikan tugas kuliah sebelum lebaran, dapur bisa ngepul meski yang dimasak cuma cukup untuk tiga porsi, punya uang yang bisa disisihkan untuk THR keponakan dan sepupu, bisa lebaran di rumah baru, dan banyak kemenangan kecil yang terasa besar sekali di hari ini.


Berjarak dengan keluarga tidak serta-merta membuat gue benar-benar kehilangan sosok mereka, tetap menjaga kontak dan bercanda meski cuma jalur daring aja. Kadang jarak ini perlu gue gunakan untuk melihat dari kacamata yang lebih luas keberadaan keluarga gue seutuhnya. Gue juga udah gak peduli dengan banyak unggahan keluarga besar yang lengkap dan terlihat bahagia, karena pada akhirnya gue bisa menemukan kebahagiaan-kebahagiaan kecil itu dari doa-doa yang mampir lewat notifikasi di layar gawai. Gue seneng banget ketemu temen gue yang satu ini—salah satu kemenangan kecil yang penting selain akhirnya gue menstruasi dan sariawan gue sembuh total. Pertemanan kita jauh dari kata sempurna, kontrasnya bisa terlihat ketara. Tapi perasaan bersalah selalu menyelimuti setiap Hari Raya ini tiba, keinget dia yang lagi-lagi menjalani hari megah ini seorang diri.


Jadi, selamat lebaran smuanya!


Semoga banyak kemenangan kecil yang selalu kita apresiasi—setidaknya untuk diri sendiri. Juga tidak melupakan hal-hal sederhana yang bermakna, bisa dimulai dari hari ini. 


Selamat makan opor dan rendang, hati-hati tumpah ke baju barunya!

No comments:

Powered by Blogger.