Pengamatan Di Ujung Meja

June 19, 2021

Double Y Space, Bandung

Pengamatanku bukan hal menarik, bukan hal yang bisa membuatmu tertarik. Jadi pastikan tidak punya ekspektasi macam-macam untuk tulisan ini.

Bandung hujan lagi sore ini, semakin deras dan semakin dalam. Tampiasnya tidak bisa ku halang seorang diri, meski punggungku harus sedikit basah. Nyatanya tidak selamanya air bisa menghilangkan dahaga—perlahan membuat orang sepertiku kelimpungan dibuatnya.

Kertas-kertas di hadapanku menari-nari tertiup angin yang semakin dingin, percayalah Bandung sore ini kejam sekali menusuk kulitku yang tipis dan cangkir kopiku yang tidak lagi panas. Seorang pria asik mengetik di hadapan laptopnya, sibuk memikirkan hal yang tidak mau ku hiraukan juga—kami duduk bersebrangan meski tidak mau bertukar pandang. Bayang-bayang pohon palem kecil yang terbiaskan oleh lampu kuning temaram di atas kami rupanya jadi romantisasi tersendiri untuk Hari ini.


Tapi bukan itu topik utamaku.


Meski harus ku akui bahwa semua pengunjung kedai kopi ini adalah pasangan muda yang asik berdansa dengan kata-kata, sibuk tertawa dan menyimak berbagai cerita lawan bicara. 


Oh tidak, hujan sedang memberi makan tanah kering ini terlalu banyak air.


Saling bersahutan dengan petir yang menggema tanpa henti, percakapan diantara pengunjung tidak lagi bisa ku dengar. Yang menarik perhatianku hanyalah seorang bapak berambut panjang dan perempuan kecil yang digandengnya—bersisian membuka pintu menuju luar ruangan dan bapak itu menarik kursi untuk mempersilahkan putrinya duduk.


Sambil terheran-heran mengapa hujan sore ini deras sekali, ia duduk di bangku yang dua kali lebih besar daripada ukuran badannya. Berusaha mencuri-curi pandang, pekerjaanku yang kian hari kian berantakan ini mulai aku telantarkan—persetan, aku masih punya hari esok.


Sang anak sibuk bercerita dengan bapaknya yang mungkin khawatir karena hujan tidak memperlihatkan kepergiannya. Mereka lalu asik mengamati hujan ini bersama, si bapak menggendong tubuh kecil itu untuk Mengamati arus sungai yang sama derasnya. Si Anak tersenyum, kembali ke bangku dan meminum minuman yang ia pesan sejak tadi.


Aku senang mengamati situasi di kedai kopi, meski banyak yang menyayangkan generasi milenial dan hobinya ke kedai kopi semakin menambah rentetan panjang pengeluaran setiap bulannya. Disini, aku bisa menjadi tokoh utama seperti cerita di novel-novel romansa yang aku baca beberapa tahun silam. Bisa punya sudut pandang orang ketiga, atau orang pertama yang sedang ku lakukan saat ini. Aku bisa berkontemplasi meski harus bersahutan dengan suara cempreng seorang perempuan yang asik bercerita pada lelakinya. 


Semua butuh modal, secangkir Picollo-ku tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan keinginanku untuk mengamati berbagai percakapan di kedai kopi. Aku sendiri tapi tidak sendirian. Aku bisa menghasilkan satu buah tulisan cemen ini, menyelesaikan beberapa desain konten, dan satu pekerjaan lagi yang butuh niat ekstra untuk mengerjakannya.


Tidak semua sepaham dan seperhitungan orang-orang kebanyakan, latar belakang dan pola pikir tersebut harusnya menjadi diskusi yang menarik— bukan untuk dipecahkan, tapi untuk memperkuat pemahaman diri. Ah iya, tidak semua harus sepaham denganku. Aku masih cemen mengatur pengeluaran meski bertahun-tahun merantau, tapi pembelaanku juga Masuk akal mengenai hal ini.


Teman dekatku minggu lalu menikah, akhirnya setelah sekian lama menjalin kasih dengan berbagai pria. Minggu lalu juga beberapa temanku datang untuk bermain ke kota ini, meski harus kuakui seringkali kedatangannya bertabrakan dengan jadwal kerjaku yang makin runyam. Tapi tidak apa, itu bukan masalah yang berarti.


Sepasang anak muda datang lagi, apakah kedai kopi ini tempat bermadu kasih yang tepat di Bandung?


Entahlah, aku sibuk merangkai kata sambil memikirkan nanti malam mau makan apa, besok mau ngonten apa, ngopi dimana, dan apakah sorenya akan hujan lagi seperti hari ini. Setiap hari kekhawatiranku seputar apakah aku bisa bertahan sampai akhir bulan, nanti makan beli dimana, apakah pekerjaanku selesai hari ini.


Menariknya, Tuhan memberiku kesempatan setiap hari.

No comments:

Powered by Blogger.