Terpikirkan Pikiran
Ada seorang teman yang baru gue kenal beberapa minggu lalu, kenal dalam arti beneran mengenal satu sama lain hanya dari satu kesamaan karena selama ini cuma saling tau doang. Di beberapa minggu setelahnya—lewat beberapa kali pertemuan, akhirnya kita banyak cerita tentang kesialan yang mengagetkan hidup masing-masing.
Terpikir dalam benak gue untuk bisa hidup yang Tenang, padahal hidup ini udah bukan lagi seputar Tenang dan diam. Semuanya rusuh kesana kemari, kita banyak bersinggungan dengan orang lain—juga perasaan lainnya. Banyak yang masih memendam mimpi, memerjuangkannya, sudah mewujudkannya, serta memimpikan hal baru—untuk bisa tetap hidup.
Pagi tadi heboh karena otak tiba-tiba banyak memproduksi kata, muncul empat catatan puisi baru yang bisa dikembangkan di mesin tik gue—Umay.
Kesialan yang masing-masing kami ceritakan waktu itu bikin gue mikir kalo hidup emang dinamikanya gini—patah-tumbuh, putus-sambung, hilang-datang. Semua yang kontradiksi jadi presisi begitu ketemu realita, semua yang direncanakan bisa cuma jadi rencana kalo Tuhan udah bilang enggak.
‘Gue jarang banget nih ngobrol kayak gini, seneng gue makanya bisa ngobrol sama lo.’
‘Emang beneran gak pernah sama orang lain? Temen-temen angkatan lo gitu?’
‘Engga.’
2 hari yang lalu gue ngobrol banyak sama temen kos gue, gue selalu kagum sama cerita proses pendewasaan dirinya, sampai ke percintaannya yang mengguncangkan ruang tengah rumah kos tiap malam sepulang kerja. Penuturannya lembut banget—bawaan sebagai guru SD. Gak banyak yang bisa gue sampaikan ke dia, yang gue persilakan hanyalah cerita yang terus mengalir darinya diselingi senyum tipis dan gue ngakak gak kekontrol.
‘Selalu seneng aku ngobrol sama kamu, banyak insight yang didapet.’
‘Aku kan cuma dengerin doang teh dari tadi.’
‘Iya tapi selalu ada sudut pandang baru aja gitu.’
Sebenernya gak tau juga juntrungan tulisan ini apa, gue bahkan menulis ini di tengah-tengah sisa tenaga Waktu kerja, demi deadline yang selesai on-time. Tapi mungkin sebenernya yang bisa gue tarik kesimpulannya adalah ternyata gue gak masalah untuk gak jadi ‘seseorang’ yang besar, gue bisa untuk jadi seseorang yang diingat ketika mereka butuh untuk didengarkan.
Mungkin ini jawaban dari doa gue ketika minta ke Yang Maha Mengabulkan,
‘Ya Allah, gue cuma minta dicukupkan.’
Cuma itu yang terpikirkan di pikiran gue.
No comments: