Waktu Indonesia Bagian Overthinking #2: Lost Myself (again)

February 16, 2021

Udah dua minggu terakhir rasanya uring-uringan aja, mungkin karena lagi bosen sama kerjaan. Sempat menyalahkan Bandung karena itu-itu aja, tapi ya memang setelah gue sadari sebenarnya gue yang membatasi jarak dan minat untuk ‘kesitu-situ’ aja. Sempat menyalahkan banyak hal pokoknya, beberapa kali cerita ke temen kantor, temen dekat, dan mereka menyarankan untuk rehat sejenak. 


Jangan terlalu diforsir.

Lagi kangen rumah kali, pulang aja nad.

Cari kegiatan baru coba.

Cuti aja dulu.


2018. Dia.Lo.Gue - Namaku Pram
Lalu akhirnya di sebuah perjalanan menuju kantor, gue merasa sedang hilang. Dihempas angin Cigadung yang riuhnya sama kayak klakson perempatan Borma Cikutra—berisik. Gue hilang di tengah riuh yang datang, bingung harus menyapa kerusuhan yang mana dulu, akhirnya gue memilih diam dan menikmati semua kebisingan itu.


Sepertinya gue harus mencari jalan pulang.


Dua kata asing yang rasanya masih harus gue tulis dengan huruf miring.


Gue coba untuk mengidentifikasi lagi bentuk kehilangan yang gue rasakan, ketika gue merasa semua orang melihat gue bisa dan mampu memiliki semuanya. Apakah ini tanda gue kurang bersyukur pada Tuhan? Apakah ini bentuk ketidakmampuan gue menghadapi banyak hal hampa yang datang bertubi-tubi? Apakah ini bentuk adaptasi dari kerjaan yang membutuhkan curahan fokus yang tinggi? Apakah gue harus kembali rutin berkonsultasi? Dan apakah-apakah lainnya yang tentu saja—tidak punya jawabannya.


Gue berusaha menyibukkan—terlihat sibuk—di kantor kecil gue, mengerjakan ini-itu seakan-akan menjadi sibuk adalah hal yang menyenangkan. Tapi semua terlihat kosong, bahkan seringkali gue bengong di tengah rapat internal hanya karena satu pertanyaan yang terlintas di otak gue, gue tuh lagi ngapain sih?


Iya, gue hilang lagi.


Gue cuma kerja aja, jadi lupa esensinya selain cari duit tuh apa.


Ternyata bos gue juga merasakan hal yang sama, beliau merasa jenuh dengan metode berkeseniannya. Tentu ada banyak faktor yang kayaknya panjang banget sih kalo harus diceritain, akhirnya dengan saran istrinya, beliau memutuskan untuk mengambil S3—belajar lagi.


Metode belajar jadi punya banyak lahan, gue seringkali menemukan diri gue mempelajari metode presentasi ke klien. Gue catat hal-hal yang harus gue lakukan, gue simak baik-baik cara bos-bos gue memperlakukan kliennya. Selama ini gue sibuk menyusun strategi untuk meningkatkan penjualan dan brand awareness, lupa kalo semua hal di kantor ini sifatnya fluid—gue dipersilahkan untuk belajar apa aja.


Gue mempelajari marketing dan branding yang sangat membosankan itu, walaupun di beberapa kesempatan terlihat sangat seru dan menyenangkan. Tapi gue agaknya lemah me-maintain strategi, cuma mentok di identifikasi masalah dan bentuk kesimpulan. Rupanya, kegiatan menyusun Tugas Akhir gue masih kebawa sampe sekarang.


Jadi, beberapa malam terakhir ini gue sibukkan diri dengan scrolling Instagram, nonton drama korea Lovestruck In The City, menulis agenda untuk besok, dan tidur. Gitu terus.


Tapi gue gak bisa begini terus.


Sesekali gue menemukan Open Call/Submission di lini Instagram, gue screenshot dan gue lupakan. Akhirnya gue coba rangkum semua, kebetulan papan jadwal gue sepi banget kayak kuburan. Gue banyak mengumpulkan niat malam ini, semoga gak mentok di niat aja ya. Lain hal dengan ketakutan-ketakutan gue yang sengaja gue sembunyikan, gue harus menikmati proses mencari tujuan.


Mencoba menyusun strategi untuk tetap hidup sekali lagi, 

meski rasanya lebih mudah untuk pergi dari muka bumi.


Semoga banyak hal baik yang ikut menyertai.

No comments:

Powered by Blogger.