Waktu Indonesia Bagian Overthinking #1: Mencari yang Ditanyakan

February 07, 2021


Gue sempat bercerita tentang ketakutan gue menghadapi dunia kerja, menariknya adalah ketakutan itu berubah menjadi monster besar yang siap memakan gue hidup-hidup sampai akhirnya mati. Gue berhasil menyelamatkan diri sendiri dari ketakutan tersebut, namun yang terjadi adalah gue menenggelamkan diri disana.
 


Gue gak nyangka bekerja bisa semenyenangkan ini, pemikiran ini tentu hadir dari jerih payah yang rasanya pamrih banget gue ceritakan semuanya. Jerih payah tersebut bukan hanya tentang menjaga tabungan tetap stabil, tapi lebih kepada mencari tujuan gue menjalani semua ini—value. Pindah sana-sini, keputusan-keputusan besar yang gue ambil seorang diri, bahkan juga termasuk jerih payah. 


Hidup itu jahat dan keras, dua hal itu gak melulu tentang orang-orang yang hidup di Jakarta—tapi di semua daerah. Masing-masing dari kita pasti punya latar belakang, bentuk pencapaian, pengalaman hidup yang berbeda-beda. Hal tersebut sebenernya bisa jadi faktor utama yang mendukung terbentuknya value dalam diri sendiri. Bentuk value sepertinya akan selalu berubah, seiring dengan perubahan yang selalu terjadi pada salah satu dan/atau semua faktor utama tersebut.


Dari sini, sebenernya gue mencoba untuk memetakan value gue dalam bekerja. Selain (tentu saja) gue membutuhkan pundi-pundi rupiah, untuk apa gue melakukan semua ini? Apakah ini suatu keharusan atau sebuah pilihan? Manusia umumnya senang diberikan pilihan—beberapa diantaranya ada yang terjebak dengan tidak punya pilihan, atau berusaha untuk tidak memilih pilihan tersebut. Bahkan tidak memilih pilihan adalah sebuah pilihan.


Hari itu gue membuka jurnal gue yang masih tersisa—tahun 2013—saat itu gue ternyata lagi rajin bikin 100 Dreams List. Salah satunya adalah menjadi orang berguna—masih sangat generik untuk bisa dijadikan sebuah tujuan hidup. Kata berguna sepertinya sebuah kata subjektif yang penuh dengan opini dan perspektif. Jadi, gue coba untuk mengerucutkan kata ‘berguna’ versi gue.


Tahun 2017 gue berencana untuk membuka suatu usaha pribadi, gue merasa mampu dan bisa membuka banyak hal baru dari lini usaha gue tersebut. Sayangnya, si sagittarius satu ini cukup mudah terdistraksi banyak hal yang menarik di depannya. Usaha tersebut akhirnya gulung tikar sebelum menggelarnya lebih lebar lagi.


Tahun 2020 kemarin gue masih punya ketakutan untuk membuka lini usaha pribadi, walaupun semua orang rasanya melihat gue mampu melakukannya. Tapi pengetahuan dan pengalaman gue membawa brand pribadi jauh lebih sedikit daripada membawa brand orang lain untuk sama-sama belajar lebih baik. Keputusan itu terlalu prematur untuk gue ambil seorang diri.


Di kantor gue saat ini, gue banyak belajar dari kekurangan dan kesalahan yang tidak sadar atau secara sadar gue perbuat. Gue banyak mengamati seperti apa dan bagaimana sebuah brand berdiri dan berkesinambungan, gue banyak melihat hal baru yang memaksa gue belajar lebih banyak lagi dibandingkan gue saat kuliah. Gue juga banyak belajar tentang mengukur kapabilitas dalam hidup— menjaga mood dan emosi, mengatur lini waktu kerja, mengatur keuangan (ini susah sekali, sampe sekarang gue masih belum mampu), mengatur yang harus dan tidak untuk dipelajari, dan lainnya.


Jadi, orientasi gue seputar uang sedikit berkurang. Gue merasa bentuk investasi yang paling memungkinkan untuk saat ini gue jalani adalah belajar, pengetahuan di perkuliahan hanya 1% yang bisa gue terapkan di dunia kerja—sisanya menyesuaikan aja. Belajar juga gak melulu soal baca buku, dari menganalisis permasalahan, berdiskusi untuk solusi, bahkan dari obrolan-obrolan yang gue lakukan setiap minggu juga bentuk gue belajar—dari orang lain. Jadi gak melulu buat konten aja hahahahaha.


Temen-temen gue banyak yang masih nyusun skripsi, beberapa diantaranya ada yang mengeluhkan skripsinya gak tuntas-tuntas. Gue cuma ketawa doang, kayak lagi dengerin suara hati gue dulu tapi dari mulut orang lain. Terus biasanya gue iseng nanya kelar lulus mau ngapain, biasanya mereka akan cari kerja buat tetap bertahan hidup. Ceritanya seputar mendapatkan gaji setara dengan UMR di daerahnya.


Ide menarik, setelahnya lo akan apa? Gak tau.


Sama kayak obrolan gue siang ini di Nomina Public, temen gue berencana cari kerja paruh waktu barista di Bandung. Gue iseng tanya tujuan lo kerja apa, Dengan yakinnya dia menjelaskan bahwa dia mau banyak belajar seputar dunia FnB dan bentuk marketing di dalamnya. 


Terus gue tanya lagi, abis lo belajar itu lo mau ngapain?

Dia diem. Wajar gue nanyain itu, semua calon pelamar pasti berusaha mati-matian terlihat meyakinkan di mata pewawancara. Tapi tujuannya masih kopong, sama aja belum siap-siap amat.


Pertanyaan itu gak perlu bisa dijawab saat itu juga, mungkin bisa dijawab nanti. Atau bisa jadi, tujuannya yang harus diperbaiki supaya gak ada pertanyaan mendasar kayak gitu. Itu kan pertanyaan dasar, 


kalo pondasinya belum kuat gimana bisa bangun hal yang lebih besar?


Ya gak salah kalo mau orientasinya uang, balik lagi ke kalimat gue sebelum-sebelumnya, ada banyak faktor untuk mendukung sebuah value terbentuk dan keputusan untuk memilih/tidak memilih/tidak Punya pilihan. Semua balik ke individu masing-masing. 


Ya gue ngomong gini karena gue akhirnya belajar bahwa sebuah value bisa didapatkan dengan bantuan uang, tapi bukan hanya tentang mendapatkan uang.

No comments:

Powered by Blogger.