time ≠ us

June 30, 2017
Bandung, 2016.
[tulisan ini diketik tanggal dua puluh sembilan bulan lima
            tahun dua ribu tujuh belas dan di
modifikasi tanggal satu bulan tujuh tahun
            dua ribu tujuh belas]

Hari ini gue kembali ke Depok. Setelah kurang lebih seminggu menjajakan kaki di Tangsel untuk ketemu nyokap, beres-beres karena rumah di cherry alhamdulillah udah kejual, juga jalan-jalan dan alhamdulillah lagi dibeliin hp baru hehehe. Singkat cerita, ada beberapa kata yang terbesit dibenak gue saat beberapa hari beresin barang-barang di rumah cherry. Dan mendadak juga, ada scene Manusia Setengah Salmon muncul diotak gue.

“kalo kamu siap berpindah ke tempat yang baru, kamu juga harus siap, untuk meninggalkan yang lama.”

Hal ini emang agak membuat gue terciduk sih. Secara gak langsung, mungkin sebenernya gue belum siap untuk meninggalkan beberapa yang gue anggap sudah lama. Patah hati, kasih sayang, cinta pertama, senyuman, tangis, tawa, kecewa, marah, dendam, benci, heran, bingung, atau bahagia itu sendiri. Dan nyatanya, mungkin beberapa dari itu memang sulit untuk dilupain yang ujung-ujungnya bikin gue gak bisa ninggalin.

Mungkin, ini sebuah penyakit yang cuma butuh dua obat. Waktu, dan ikhlas.

INDESIGNATION, 2016.
Bagi gue, mukjizat setiap manusia adalah pulihnya ia dari penyakit karena waktu. Seringkali waktu yang menyebabkan sebuah kecewa dan patah hati, dan seringkali juga, waktu yang menyembuhkannya. Ya.. sebuah kekuatan magis dari waktu emang gak bisa terelakkan. Terlepas dari peran Sutradara hidup kita, ternyata selain waktu, ada faktor dari diri kita yang bisa mendukung suksesnya sebuah pemulihan ‘penyakit’; ikhlas.

Ada banyak cerita ketika dua orang memutuskan hubungannya, dan ada waktu yang berusaha mengembalikan hubungan mereka jauh lebih berhasil daripada mempertahankan sedemikian rupa dengan ego masing-masing. I'm not talking about love only, about friendship, hubungan keluarga, termasuk hubungan juga, kan? Well, let's turn back the moment. Liat lagi kira-kira ada berapa banyak hal yang magis terjadi berkat waktu yang tepat?

Cuma lagi-lagi, gue tipe manusia yang kurang bisa ikhlas. Dan sebenernya, gue belum bisa memaknai arti ikhlas itu sendiri. Sama seperti cara memaafkan orang lain dan terutama diri sendiri, seperti itulah bingungnya gue cara mengikhlaskan sesuatu yang sudah pergi meninggalkan, mengecewakan, dan menghancurkan. Waktu, apa kali ini tanganmu mulai memilin jawaban atas pertanyaan super ambigu ini?

Jika ikhlas adalah memaafkan, seberapa besar rasa maaf kita untuk orang lain—dan diri sendiri? Dan, bagaimana cara memaafkan yang ‘mengikhlaskan’ untuk orang lain—dan diri sendiri?

No comments:

Powered by Blogger.