the pace of our life
What you’ve see is not
always what you’ve think about. What you’ve hear is not always what it meant to
be. What you’ve dream is not always what you’ve expect.
Life is always funny,
right?
Kita kadang udah tertanam buat mengilhami standard society—sadar gak sadar—yang
justru bikin kita kelimpungan sendiri. Mungkin banyak juga yang sadar, and still don’t know how to handle it.
Dan kadang dengan standard society
itu, justru bikin kita punya jarak sama orang-orang yang kita kenal. Iya,
semakin jauh. Gue sangat mengalami fase ini. Dimana standard society bahwa: cewek cantik, masuk universitas negeri atau
bahkan kuliah di luar negeri, dengan jurusan mentereng yang punya prospek kerja
jelas, punya pacar (or maybe still single)
yang kelewat relationship goals, punya
wajah yang pasti bakal di-like ratusan
bahkan ribuan orang di Instagramnya, hobi jalan-jalan yang berkelas—walaupun
mungkin diem-diem aja pas diajak jalan ke tempat biasa, and of course—have a happiest family.
Itu yang gue tau. Itu standard
society yang gue tau.
My mind’s work is also
funny thing. Dia bisa berubah menjadi perusak mood dengan overthinking-nya, and it turns out as a realistic girl—who has power and peace mind.
Lucu, ya.
Hari itu gue lagi liat foto seorang teman yang ga sengaja
muncul di timeline Instagram. Lama gak ketemu, she turns out in very different way. Dia makin sukses, makin
langgeng sama pacarnya, makin cantik dan keterima di ptn ternama di Indonesia
pula. Then I thought, “how perfect her
life is.” We all want to have those perfect life, right? Get what we really
need, and also what we really want to. But then, we captured things we want to
share, isn’t it? Gue lupa, apa yang gue liat di layar smartphone adalah apa
yang ingin mereka dibagikan, bukan keseluruhan hidupnya akan seperti itu. Finally, my mind works well.
Gue hobi koleksi foto-foto berisi quotes gitu di gallery,
sampe-sampe foto selfie aja bisa
dihitung pake jari. Karena pas gue lagi gak mood,
gue suka buka gallery hp. Cuma liat quotes yang mungkin bisa bikin mood gue balik, dan gue bisa beneran
baik-baik aja. Waktu itu gue liat salah satu foto di gallery gue, ngejelasin kalo hidup ini tuh tergantung dari waktu
yang kita punya. Kita bisa aja ngeliat orang yang lebih cantik, lebih bisa
kuliah di ptn, lebih punya temen yang instagramable—and also fun, lebih punya keluarga yang bisa seru diajak boomerang.
Tapi itu karena emang udah waktunya, waktu yang masing-masing mereka punya.
Mungkin dulu mereka susah payah beli produk kecantikan mahal biar bisa cantik,
belajar siang-malem begadang terus biar keterima ptn, mencoba buat
bersosialisasi sama temen-temen yang ngehits, mencoba bikin suasana keluarga
yang seru dan nyaman karena dulu buat ngobrol aja susah.
They’re living according
to the pace of their clock. Kecepatan ‘jam’-nya mereka.
Dan gue sadar, kalo standard
society itu terbentuk karena kita gak sadar sama fase hidup kita. Kita gak
sadar kalo kita ada waktunya untuk menjadi apa yang kita butuhkan dan inginkan.
Dia terlihat cantik, kita jadi ikutan. Dia terlihat seru gaya bajunya, kita
ikutan OOTD serupa. Dia bisa keterima ptn, kita berusaha keterima ptn yang
kelewat bagus tanpa tau kapasitas kita. We
almost do the same thing like everybody does, over and over again. Jadi
pemicu untuk lebih baik itu bagus, tapi kalo bikin kita tertekan apa itu bagus
juga?
Ask yourself: is it
for me, or for get noticed?
Dan gue suka banget sama kalimat terakhirnya: you are not falling behind, it’s just not
your time. Ya, mungkin beberapa hal yang belum kejadian di hidup gue karena
memang belum waktunya—atau karena memang bukan buat gue. Jadi menurut gue, hal
terberat di hidup itu adalah: be greatful
of what we have.
Cih, berat banget ya bahasan gue kali ini hahaha. Karena hal
ini sangat meresahkan otak dan pikiran gue, jadi gue bagi-bagi aja biar
resahnya bareng-bareng.
Gak nyambung ya sama tema lebaran, but who cares?
Happy ied mubarak,
everyone.
:)x, saf.

No comments: