the pace of our life

June 27, 2017
bandung, 2017.
Life is funny, right?

What you’ve see is not always what you’ve think about. What you’ve hear is not always what it meant to be. What you’ve dream is not always what you’ve expect.

Life is always funny, right?

Kita kadang udah tertanam buat mengilhami standard society—sadar gak sadar—yang justru bikin kita kelimpungan sendiri. Mungkin banyak juga yang sadar, and still don’t know how to handle it. Dan kadang dengan standard society itu, justru bikin kita punya jarak sama orang-orang yang kita kenal. Iya, semakin jauh. Gue sangat mengalami fase ini. Dimana standard society bahwa: cewek cantik, masuk universitas negeri atau bahkan kuliah di luar negeri, dengan jurusan mentereng yang punya prospek kerja jelas, punya pacar (or maybe still single) yang kelewat relationship goals, punya wajah yang pasti bakal di-like ratusan bahkan ribuan orang di Instagramnya, hobi jalan-jalan yang berkelas—walaupun mungkin diem-diem aja pas diajak jalan ke tempat biasa, and of course—have a happiest family.

Itu yang gue tau. Itu standard society yang gue tau.

My mind’s work is also funny thing. Dia bisa berubah menjadi perusak mood dengan overthinking-nya, and it turns out as a realistic girl—who has power and peace mind. Lucu, ya.

Hari itu gue lagi liat foto seorang teman yang ga sengaja muncul di timeline Instagram. Lama gak ketemu, she turns out in very different way. Dia makin sukses, makin langgeng sama pacarnya, makin cantik dan keterima di ptn ternama di Indonesia pula. Then I thought, “how perfect her life is.” We all want to have those perfect life, right? Get what we really need, and also what we really want to. But then, we captured things we want to share, isn’t it? Gue lupa, apa yang gue liat di layar smartphone adalah apa yang ingin mereka dibagikan, bukan keseluruhan hidupnya akan seperti itu. Finally, my mind works well.

Gue hobi koleksi foto-foto berisi quotes gitu di gallery, sampe-sampe foto selfie aja bisa dihitung pake jari. Karena pas gue lagi gak mood, gue suka buka gallery hp. Cuma liat quotes yang mungkin bisa bikin mood gue balik, dan gue bisa beneran baik-baik aja. Waktu itu gue liat salah satu foto di gallery gue, ngejelasin kalo hidup ini tuh tergantung dari waktu yang kita punya. Kita bisa aja ngeliat orang yang lebih cantik, lebih bisa kuliah di ptn, lebih punya temen yang instagramable—and also fun, lebih punya keluarga yang bisa seru diajak boomerang. Tapi itu karena emang udah waktunya, waktu yang masing-masing mereka punya. Mungkin dulu mereka susah payah beli produk kecantikan mahal biar bisa cantik, belajar siang-malem begadang terus biar keterima ptn, mencoba buat bersosialisasi sama temen-temen yang ngehits, mencoba bikin suasana keluarga yang seru dan nyaman karena dulu buat ngobrol aja susah.

They’re living according to the pace of their clock. Kecepatan ‘jam’-nya mereka.

Dan gue sadar, kalo standard society itu terbentuk karena kita gak sadar sama fase hidup kita. Kita gak sadar kalo kita ada waktunya untuk menjadi apa yang kita butuhkan dan inginkan. Dia terlihat cantik, kita jadi ikutan. Dia terlihat seru gaya bajunya, kita ikutan OOTD serupa. Dia bisa keterima ptn, kita berusaha keterima ptn yang kelewat bagus tanpa tau kapasitas kita. We almost do the same thing like everybody does, over and over again. Jadi pemicu untuk lebih baik itu bagus, tapi kalo bikin kita tertekan apa itu bagus juga?

Ask yourself: is it for me, or for get noticed?

Dan gue suka banget sama kalimat terakhirnya: you are not falling behind, it’s just not your time. Ya, mungkin beberapa hal yang belum kejadian di hidup gue karena memang belum waktunya—atau karena memang bukan buat gue. Jadi menurut gue, hal terberat di hidup itu adalah: be greatful of what we have.

Cih, berat banget ya bahasan gue kali ini hahaha. Karena hal ini sangat meresahkan otak dan pikiran gue, jadi gue bagi-bagi aja biar resahnya bareng-bareng.

Gak nyambung ya sama tema lebaran, but who cares?

Happy ied mubarak, everyone.


:)x, saf.

No comments:

Powered by Blogger.