to find yourself

August 07, 2018

\\
Rasanya, makin hari sosial media tuh jadi hal yang paling mendominasi hidup ya. Bangun tidur, yang dilihat ponsel. Bukanya kalo gak Instagram, ya paling linimasa Line atau Twitter. Kadang kita lupa, kalo setelah buka mata harusnya kita bersyukur dulu ke Tuhan, masih bisa bernapas.

Konsep sederhana dari sebuah media sosial adalah menyebar momen-momen penting di hidup kita. Sesuatu yang masih disalah-artikan oleh orang-orang.

Itulah kenapa banyak diantaranya yang bahagia banget bisa ketemu teman lama, lalu posting ke Instagram. Atau ada orang yang punya kisah seru dengan anak-anak, di-share jadi thread di Twitter. Atau mungkin untuk social media branding, salah satu lahan penting sebagai pekerja yang hidup di generasi Z.

Tapi kadang, kita malah menjadikannya arena lomba sharing kehidupan paling bahagia.

Tanpa sadar, kita jadi kehilangan arah di dunia maya. Secara perlahan kita bukan menginspirasi atau terinspirasi, justru menjadi plagiator mahir yang hidup dibalik layar. Kita sibuk berlomba, sibuk mengikuti, sibuk sibuk sibuk dan sibuk lainnya.

Gue ada di salah satu arusnya. Hidup sebagai manusia yang sibuk berlomba menjadi yang paling bahagia. Sibuk sebagai manusia yang hidup untuk memunculkan rasa iri pada hati orang lain. Sibuk menjadi manusia yang ternyata tidak melulu membuat gue bahagia. Dan gue lupa untuk mensyukuri kebahagiaan itu sendiri. Yang menjadikan gue lupa tujuan diri gue hidup seperti apa.

Hari itu gue merasa kosong. Hilang arah. Gak tau harus gimana dan berbuat apa.

Akhirnya gue memutuskan untuk bercerita, lewat media apa aja. Dari sekedar tulisan di kolom percakapan gue, berlanjut ke baris demi baris di Microsoft Word, sampai ke lisan yang gue ceritakan ke orang-orang yang gue percaya. Memang gak menyelesaikan, seenggaknya gue bisa mengerti kalo ternyata gue bukan lagi dikasihani, tapi mereka yang perlahan mengerti karena komunikasi.

Gue akhirnya berusaha untuk keluar dari siklus. Mencari diri sendiri ditengah kerumunan orang yang juga sibuk mencari—entah apa urusan mereka. Gue sibuk menerka diri sendiri, memastikan segala hal yang gue lakukan adalah keputusan yang tepat. Gak mudah, gak mudah untuk seseorang yang implusif dalam menyalahkan diri sendiri.

Dalam beberapa bulan terakhir, gue coba untuk menenangkan diri. Coba untuk berdamai dengan segala hal yang dulu selalu menjadi alasan untuk men-denial semuanya. Coba untuk menerima hal yang dulu selalu gue ributkan, menjadi suatu hal untuk sebuah pembelajaran.

Iya, gue masih mencoba.
Sama seperti kalian.

No comments:

Powered by Blogger.