Dan kembali terjatuh

September 21, 2017
Gue mau cerita salah satu hal terkrusial, yang bahkan orang-orang terdekat gue pun gak banyak yang tau seberapa seringnya gue mikirin hal ini. Gue punya masalah pribadi yang mungkin akan selalu cliché dimata orang. Namanya, jatuh cinta.

Dan ini bukan pertama kalinya gue takut untuk jatuh cinta. Bagi gue, jatuh cinta itu indah banget. Seindah liat senyuman dia, seindah diajak jalan berdua sama dia. Cliché-nya lagi, seindah dia punya perasaan yang sama kayak kita. Tapi kalo enggak, bagian mana ya yang bisa mendeskripsikan keindahan jatuh cinta? Merelakan?

Gue tipe orang yang telat menyadari jatuh cinta—antara berpura-pura telat biar gak kegeeran, atau emang telat beneran. Gue pernah punya temen cowo yang tanpa gue sadar gue udah jatuh cinta sama dia dari awal ketemu (its been a years!), untungnya dia ngerti—walaupun dia gak punya perasaan yang sama—tapi kita tetep temenan kok.

Atau, biasanya gue sering sih suka sama orang. You know, liking someone and loving was a huge different, huh? Dia sukanya apa, gue ikutin. Dia chat gue, gue tungguin terus. Dia update apa-apa, gue jadi stalker pertama. Kinda obsessed, maybe? Well, that’s the way of liking someone. But not for loving him.

He was my centre of universe. Kayak, apa-apa pasti ke dia, dan pasti ada aja hal yang gue kasih buat dia. Literally, everything. He was my old-side before I get my new ones—which is me right now. I’ve been looking for someone like him, the most friend-able, brother-able, boyfriend-able human in this world. But, you know, he was.

I'm not talking about the ex. Cuma kayak pernah ada manusia yang entah darimana datangnya terus memperkenalkan diri ke gue dan menjadi gue temannya, tapi entah emang kesalahan umum dari pertemanan cowo-cewe atau emang guenya yang baperan—second option is the right choice—gue semakin takut kalo tiba-tiba ada perasaan-perasaan mengganjal. I'm not wishing for that.

Jadi, makin kesini gue makin pesimis akan nasib percintaan gue, karena gue yang terlalu takut just for liking someone, because its getting worse kalo akhirnya malah jadi jatuh cinta—dan dia ga seperasaan sama kita. Makin kesini, gue makin yakin kalo selama ini gue cuma memperdayakan diri gue dengan khayalan indah kalo jatuh cinta itu emang indah. Padahal gak selamanya gitu, kan? 

Dan sekarang, ketika gue memilih untuk menahan diri biar gak jatuh cinta lagi. Tanpa gue sadari justru sebenarnya gue sedang terbang bebas menuju dasar, ditemani rasa takut untuk jatuh cinta itu sendiri.

No comments:

Powered by Blogger.