.trimakasi—


dok. pribadi
Gue selalu takut dengan umur peralihan. 13 tahun, 17 tahun, 20 tahun, rasanya semua hal di hidup udah gak akan sama lagi. Selalu ada hal mengejutkan dan kadang gak masuk akal yang mau gak mau gue harus terima, di umur 13 tahun gue harus merelakan Opa untuk ketemu Sang Illahi, gak lama dari itu Oma menyusul. Belum lagi harus menerima rumah yang bukan lagi senyaman rumah di umur 17 tahun—melihat kebahagiaan dalam dua sisi yang selalu bertolak-belakang.

Dari rentetan kejadian besar, ada banyak patah hati dan air mata yang menyusup sedikit demi sedikit, carut-marut hidup yang berjalan fluktuatif, diiringi motivasi yang juga pasang-surut, kadang orang di sekitar juga ikut membantu lewat mengaduk-aduk emosi. Tapi gak jarang banyak ketawa-ketiwinya, banyak lucu dan rindu sama orang-orang yang selalu bikin bahagia, banyak malu dan kejadian hina yang gak bisa diceritain—yang emang harus diketawain. 

Lucu banget masih bisa hidup sampe saat ini.

20 tahun bakal cukup mengejutkan, kado dari kehidupan berwujud mendebarkan. Penentu akan kemana akhir dari 4 tahun menuntut ilmu, 4 tahun bolak-balik Bandung-Jakarta-Makassar, 4 tahun disuruh pulang, 4 tahun kena debu Bojongsoang. 5-6 Desember akan jadi penentu pertama dari tiga tahap sidang yang akan gue lewati. Mendebarkan, menakutkan. Tapi apapun hasilnya pasti bakal jadi cerita yang gak akan selesai untuk gue ceritain ke semua orang.

20 tahun cukup dimaknai dengan bisa tidur siang. Bener kata dosen nirmana gue, makin gede—selain butuh duit—ternyata kita juga butuh tidur yang cukup.

Untuk semua partisipan hidup yang gak akan surut-surutnya gue ucapkan terima kasih. Pernah ada di bawah langit gelap dan mencari secercah sinar bersama, pernah ada di bawah derasnya tangis, pernah menyediakan bahu untuk bersandar dan telinga yang gak pernah lelah untuk mendengarkan, pernah menyediakan mulut yang gak berhenti ngasih semangat, kritik, dan solusi. Sudah menjadi rumah kesekian yang sungguh nyaman untuk disinggahi, untuk bermain, untuk berteduh. 

Terima kasih, terima kasih, terima kasih.
Dan maaf.

Segala bentuk kecewa karena pernah menaruh harap dan ekspektasi, bentuk amarah karena pernah bersebrang pendapat, pernah juga membalikkan fakta dengan hal serupa—mengecewakan—,menciptakan bentuk kata rela dan pergi menjauh karena memaksa untuk tinggal bukan sebuah pilihan. 

Gak bisa sebutin satu-persatu siapa aja orangnya, karena yang udah jarang ketemupun bisa jadi ‘tim hore’ di hidup gue. 


Selamat tahun baru, Nadhira.

No comments:

Powered by Blogger.