Rasa Alika
Tentang kata ‘maaf
sayang, aku harus pergi’..
Rumpang.
Kepergian dan kedatangan emang udah jadi hal yang lumrah,
kayaknya permintaan gue untuk sekedar membuat orang menetap itu jadi hal
teregois yang pernah gue lakuin. Karena gue juga gak bisa menetap di suatu hal
yang belum komit. Gue kira gue bisa hidup dari apa yang gue suka, apa yang gue
butuhkan saat ini kayaknya udah lebih dari cukup. Tuhan selalu ngasih apa yang
gue butuh pada waktunya.
Namanya Rasa. Gue panggil dia Rasa karena rasa ini baru saja
tumbuh.
Tinggi menjulang dengan memperlihatkan kulit dan tulang, tinggi
badan gue cuma berhasil mencapai pundaknya. Postur yang pas untuk lelah dengan
hidup, merebahkan diri pada senderan pundak. Gak, tapi gue gak akan melakukan
itu. Agaknya ekstrim sekali ya, tapi gue juga bingung kenapa Rasa bisa hadir
dalam bentuk rasa yang berbeda.
Manusia tinggi terkadang menarik hati, kata beberapa orang
seperti itu. Tapi sepertinya pernyataan itu cukup berlaku di gue, dia menarik.
Kalo bisa kilas balik, gue juga lupa kenapa bisa melihat dia sebagai seseorang
yang menarik. Kedatangannya cukup tiba-tiba, membuat gue melihatnya dari sudut
pandang yang berbeda.
Mungkin tutur bicaranya menarik. Mungkin diamnya juga
menarik. Mungkin dia baik. Mungkin gue peduli dengannya yang pelik. Mungkin,
gak tahu juga yang benar yang mana.
Gue menemukan dia di bawah langit gelap pukul 2 pagi, perut kami
kosong dan angin malam yang menusuk pori-pori. Cerita kami bersautan dengan
derungan motor yang Ia bawa, menuju warung nasi yang masih buka. Jangan beri hati, Alika. Berulang kali
terucap kalimat itu biar hati mendengar.
Tapi, senyumnya
berbeda.
Persetan dengan itu semua.
Coba lihat, dia tidak
pernah menebar senyum itu ke siapapun!
Itu karena kamu baik padanya, Alika.
Namanya Rasa. Sepertinya dia gak punya rasa yang sama seperti
gue.
Hanya gimik, gue
percaya dengan itu hanya gestur dia yang juga peduli dengan gue sebagai teman.
Kembali menjadi orang yang selalu memulai dan semakin melelahkan. Gue ingin
rehat, melupakan peliknya Rasa dan hidup yang semakin penat.
Kenapa setiap rasa yang sama datang, selalu saja ingin
menghilang? Atau terbuang?

No comments: